Tiara terus menangis tersedu-sedu. Kemudian, Gabriel dengan sigap merangkul Tiara. Bibir Tiara gemetar, ia ingin mengucapkan sesuatu, namun dadanya terlalu sesak memendam masalah-masalahnya.
"Tak baik, jika kau lari begitu saja dari masalahmu" tutur Gabriel. "tak ada salahnya bila kau selesaikan semuanya, ungkapkan apa yang kau rasakan" sambungnya.
Tangisan Tiara mereda, angin musim dingin kota Chicago tatkala kembali membelai rambut hitam Tiara. Buru-buru Tiara mengusap buliran air yang barusan mengalir kedua pipinya itu.
"ayo, lebih baik tenangkan dulu dirimu" bibir tipis Gabriel seketika membentuk lengkungan ke atas.
XOXOXOXOXO
"waww, tak kusangka, sungguh indah pemandangan kota Chicago. Jujur, aku belum pernah senikmat ini mengamati keindahan disini." ujar Tiara sembari mendekap tubuhnya.
"mmh, boleh aku bertanya?" ucap Gabriel tiba-tiba.
"ya, tentu. Akan aku jawab jika aku tahu jawabannya" ujar Tiara setengah bercanda.
"kenapa kau tak ingin pulang? Lantas, kenapa kau tidur di beranda rumahku?" tanya Gabriel sambil menatap muka Tiara.
Tiara terdiam sejenak, garis mukanya berubah. Semburat mukanya melukiskan kebimbangan.
"ah. .maafkan aku, jika pertanyaanku terlalu sensitif. Maaf. ." seru Gabriel berdiri dari tempat duduknya.
Tiara tersenyum kecil, lalu menarik tubuh tinggi Gabriel untuk duduk kembali.
"aku merasa tertekan" sahut Tiara lirih. Suaranya hampir tak terdengar ditelan desiran air di telaga itu.
"aku tak tahan, ibuku selalu menekanku untuk terus bekerja. Sedangkan ia sendiri, sibuk dengan teman-temannya. Menghambur-hamburkan uang begitu saja. Membeli sesuatu yang kelihatannya tak terlalu penting. Tapi, jika uangnya sudah habis, ia akan 'over acting' di depanku. Bertingkah melankolis, bak bintang drama queen. Aku tak sanggup dgn smua itu" cerita Tiara seraya menahan air matanya, yg seolah memaksanya untuk terus menangis.
"lalu?! Kemana ayahmu?" tanya Gabriel sedikit berhati-hati.
"ayahku, 4tahun yg lalu, ayah melarikan diri dgn perempuan lain. Ia bilang kepadaku, ia sudah tak tahan untuk hidup bersama ibu lg. Ibu terlalu menekannya" ujar Tiara dgn bibir gemetar. Kali ini air matanya benar-benar mengalir.
Gabriel meraih tubuh Tiara, lalu mendekapnya lagi. Kedua mata birunya itu juga tampak ikut berbinar-binar.
"menangislah, selagi itu bisa membuatmu tenang," tutur Gabriel mendekap erat tubuh Tiara, disaksikan oleh percikan2 dan suara gemericik air di telaga itu.
***
'Brumm. . .brummm' suara motor Gabriel terdengar, Tiara pun akhirnya diantar pulang.
Tok. . .tok. . .tok. . .
Tampak wanita paruh baya berambut coklat muncul dari balik pintu.
Matanya terbelalak, saat ia tahu Tiara ada disitu.
"Tia?? Kau sudah pulang, nak? Kenapa kau baru pulang? Ibu hampir putus asa mencarimu, nak." tutur wanita itu berlagak bak pemenang piala oscar. Ia tampaknya ingin memegang pipi Tiara, namun diluar dugaan, Tiara tangkis tangan itu.
"aku muak dengan segal aktingmu. Cukup sudah. Tak pantas kau, kupanggil 'ibu'." bentak Tiara.
Wanita itu tampak terkejut mendengar serapah anak tunggalnya itu. Ia hampir menangis.
"kenapa kau katakan itu, nak? Apa kau benar Tiara? Tiara yang dulu tak pernah berkata sekasar ini." ujarnya, menyeka air mata.
"aku sudah melihat segala kepura-puraanmu di balik bola matamu itu. Kau kejam." tukas Tiara, matanya kian memerah.
"kenapa kau begini?" tanya Wanita itu, lalu ia mengubah tatapannya ke arah Gabriel. "apa karena lelaki ini? Siapa dia? Kenapa kau berani pulang dgn membawa lelaki asing kesini, Tiara?" sambungnya.
"Siapa kau? ? Apa kau sudah mendoktrin anakku? Lelaki bodoh! Kenapa kau diam saja?!" Ibu Tiara hendak menampar pipi Gabriel, untungnya tangan itu berhasil ditangkis Tiara lagi.
"Tak ada sangkut-pautnya dgn Gabriel. Dia tidak salah. Dia.lah yang menolongku, tidak seperti Kamu. Begitu kejam!" ucap Tiara sinis, menerobos masuk ke rumah, lalu mengemasi seluruh barang-barangnya.
"kau mau apa Tiara? Tega kau meninggalkan ibu sendirian? Kau ingin seperti ayahmu? Tiara, dengarkan ibu. . !"
"aku sudah capek. Urusi saja teman-temanmu, tetaplah hambur2kan uang itu!" Tiara segera menenteng kopernya.
"Gabriel, bisa kau antar aku ke suatu tempat?"
Gabriel hanya mengangguk pelan.
"teruslah! Lupakan saja ibumu ini! Pergilah kau dgn lelaki bodoh itu"
Ibu Tiara terus mengumpat-umpat.
Namun Tiara dan Gabriel berusaha tak mempedulikannya.
>>>>>>
Tidak ada komentar:
Posting Komentar