Minggu, 19 Juni 2011

My Circus Girl (chapter V)

Hati Michael mendadak sakit. Ia tak pernah menduga bahwa gadis pujaannya itu akan berkata seperti itu padanya.
Michael segera meninggalkan arena sirkus, dan berlari menuju komedi putar, wahana kesayangannya.

Michael merenung sambil menunggangi komedi putarnya itu. Hatinya sangat perih, ia hampir saja menangis. Ia terus memukul-mukul kepala kuda plastiknya itu.

"aku memang bodoh, benar, aku sangat bodoh..., kau cengeng, Mike!" umpat Michael pada dirinya sendiri.
Ia hanya bisa tersenyum pahit.

Michael mencoba mengusir rasa sakitnya itu. Ia tak ingin orang-orang mengetahui apa yang sedang ia rasakan sekarang.

Michael pulang ditemani udara dingin yang menyelimuti malam pedihnya itu. Michael tetap mencoba tersenyum, tersenyum dan terus tersenyum.

"kurasa, ia memang sangat membenciku..." Michael menggumam pada dirinya sendiri.
****

"Michael, ada telfon untukmu..." Janet mengetuk pintu kamar Michael.
Akan tetapi, tak ada jawaban dari dalam.

"Michael??" Janet mencoba membuka pintu kamar,
"tidak di kunci..." gumamnya.

Pagi itu, Janet masuk ke kamar Michael, dan melihat kakaknya masih terbaring di ranjangnya.

"Michael?!" Janet terus mengguncangkan tubuh Michael.

"ada apa?" Michael menyahut lemas, dan langsung menarik kembali selimutnya.

"ada telfon untukmu,"

"katakan padanya, aku sedang tidak ada dirumah..." ujar Michael lirih, nada suaranya hampir tak terdengar.
Janet merasakan ada yang aneh dengan keadaan kakak kesayangannya itu.

"oh, maaf pak. Michael sedang pergi, maaf aku lupa..." Lalu Janet memutus sambungan telfon, dan kembali menatap heran Michael yang masih tergolek disitu.

"Michael, kau sakit?" tanya Janet.

"tidak, aku sehat-sehat sa...ja..." sahut Michael, tampaknya Michael masih memejamkan matanya.

"sini coba kuperiksa." Janet menempelkan telapak tangannya ke kening Michael.
"astaga, badanmu panas, Mike!" seru Janet terpelonjak kaget.

"haha, mana...mungkin a...aku sakit. Can...daanmu bagus.., Janet..." ujar Michael setengah mengigau.

Buru-buru Janet mengambil termometer di laci, dan memasukkannya ke dalam mulut Michael.

"Jermaine, Ibu, Marlooon..." teriak Janet dari dalam kamar Michael.

"ada apa??" Jermaine segera masuk ke kamar, disusul dengan Kate dan Marlon.

"lihat!" Janet menunjukkan termometer yang sedang ia pegang.
"Michael demam, dia terlihat tak sehat..." ujar Janet.

"ini mungkin karena 2 hari ini, ia keluar malam terus," tutur Marlon.

"sebaiknya kita panggil Nyonya Beth di blok sana," usul Kate, ibu Michael.

"untuk apa?" tanya Jermaine linglung.

Janet dan Marlon menepuk jidat mereka masing-masing secara bersamaan.
"Jermaine....dia kan dokter....apa...kau, hmmh lupa?" jawab Michael masih dengan igauannya.
****
"Michael hanya masuk angin saja, karena angin malam. Ia hanya butuh istirahat saja..." jelas Ny.Beth

"oh, syukurlah..." tutur Jermaine lega, begitu juga dengan Janet, Kate dan Marlon.

"makanya, kalau kau keluar malam, seharusnya pakai mantelmu..." saran Marlon.

"ini bukan di kutub, lagipula ini bukan musim dingin...untuk apa aku harus memakainya?" bantah Michael, diiringi batuknya.

"selalu saja membantah..." kata Marlon jengkel.
Janet, Jermaine dan Kate hanya tertawa melihat pertengkaran kecil Michael dan Marlon.
****
Tok...tok...tok,

Mendengar suara ketukan pintu kamarnya, Michael segera menutup buku yang sedang ia baca.
"yaa, siapa??"

"Michael, ini aku, Riggs..." sahutnya.

Michael beranjak dari tidurnya, dan segera membuka pintu.
"Riggs, tengah malam begini, kau datang?" Michael bertanya heran.

"haha, untung saja La Toya mempersilahkan ku masuk ke rumah ini..." canda Riggs.

Michael pun ikut tertawa.

"oh iya, katanya kau sakit...?" tanya Riggs.

Michael mengangguk pelan kepalanya,
"yaaa, hanya demam biasa, kok." ujarnya tersenyum.

"tapi kau tak apa 'kan? Sungguh, aku mengkhawatirkanmu Mike," dengan sigap Riggs memegang kening Michael.

"tak ada yang perlu dicemaskan, aku sudah sehat begini..."

"oh, syukurlah kalau begitu, aku lega..." Riggs melepaskan tangannya dari kening Michael.
"eh, aku ada sesuatu!" seru Riggs, sepertinya ia sedang teringat sesuatu.
Lalu, ia menyodorkan sepucuk surat yang ditujukan kepada Michael.

"untukku?" Michael menerima surat itu, lalu membolak-balikkannya.
"tak ada nama? Dari siapa ini?" tanya Michael bingung.

"Allison, itu surat yang ditulis Allison tadi..." Jawab Riggs.

Michael terdiam, hatinya kembali terasa sakit. Michael lalu mengurungkan niatnya untuk membuka surat itu. Ia hanya meletakkannya diatas meja lampu kamarnya.

"kenapa Mike? Kenapa
tak segera kau baca saja?" bujuk Riggs.

Michael hanya memilih diam. Matanya memerah, dadanya terasa sesak. Ia ingat kata-kata Allison malam lalu.
==> Chapter VI

My Circus Girl (chapter IV)

"astagaaa, aku tak yakin bisa melakukan hal sekonyol ini didepan orang banyak..." Michael mendesis lirih seraya memakai wig badut yang tergeletak di meja itu.

Karena rasa sebalnya itu, Michael sampai tak menyadari bahwa hanya ia dan Allison yang masih berada di dalam tenda tersebut.

"kau kenapa?" tanya Allison sedikit ketus.

Michael tersentak. Ia mendadak menjadi gugup, ia tak dapat berkata-kata melihat Gadis Sirkus-nya itu ternyata baru saja mengajaknya bicara.

"ti...tidak, a-aku tak a-apa..." ujar Michael terbata-bata.

Allison meraih topi koboinyayang terbaring dibangku.
"kau bodoh! Untuk apa merasa gugup, sedangkan kau adalah bintang besar!" sembur Allison kemudian berlari kecil menuju keluar tenda.

Michael terdiam, ia terkejut mendengar Allison mengatainya bodoh. Tapi, ia berusaha untuk tetap tersenyum.
****

"baiklah, acara spesial ini akan segera dimulai..." sapa sang MC.
Lalu ruangan sirkus itu pun menjadi gaduh, karena riuh tepuk tangan penonton.

Michael yang sedang berdiri di sisi panggung menjadi gemetar. Baru kali ini ia menjadi seorang badut di sepanjang hidupnya. Lantas, ia menarik nafas lalu menghembuskannya secara perlahan.

"sekarang, kami persembahkan si cantik bersepatu roda, Allison!!" seru sang MC.

"sepatu roda?" Michael bertanya pada dirinya sendiri, dan segera memperhatikan pertunjukkan itu dengan seksama.

Tak lama, seorang gadis berambut panjang hitam terurai dengan topi koboi merah-nya, menari-nari di atas panggung dengan sepasang sepatu roda dikakinya.
Dengan begitu gemulai, ia melesat, berayun, berputar, berdansa dengan sangat menakjubkan.
Di iringi musik, dan pencahayaan yang sangat sempurna.

Seluruh pengunjung yang hadir disana turut terkesima melihat kehebatan Allison, begitu juga dengan Michael.

Sekitar 15menit lamanya, penampilan Allison berakhir dengan riuh tepuk tangan penonton yang sangat ramai, sebagian ada juga yang berdecak kagum.

"ok, sempurna sekali!" puji sang MC kepada Allison. "dan sepertinya aku belum pernah mengenal pria ini..." celoteh sang MC dengan tawa kecilnya.
"baiklah, kita sambut, the Lucky Clown!!"

Michael mencoba menenangkan dirinya, ia berusaha menepis seluruh rasa gugupnya itu. Ia berjalan menuju panggung, dan muncul dari balik tirai hitam disana.

Michael memulai aksinya.
"aku harus bisa, kau itu perfeksionis, Mike!" batin Michael.
Lantas, ia menggerakkan kaki-kakinya yang lentur. Ia mencoba menari ala breakdance, dicampur dengan gerakkan khas pantomim. Lebih mengagumkan.

"hey, his moves like Michael Jackson did..." tiba-tiba seorang anak berteriak.

"kau bodoh, mana mungkin Michael Jackson yang populer itu mau menjadi badut yang konyol itu!" sahut ibunya yang merasa terganggu dengan ucapan anak itu.

Michael tak menghiraukan perkataan anak tadi, ia tetap saja terus meliak-liuk-kan tubuhnya, perpaduan antara breakdance dan pantomim yang sangat mengagumkan.

Di akhir penampilannya, Michael disambut dengan ratusan standing applause yang sangat meriah. Michael segera turun panggung, ia tersenyum puas.
"i'm proud of myself..." gumam Michael dengan girang.

Allison segera menghampiri Michael yang berdiri di sudut keramaian dan menjabat tangan,

"kau berhasil, Kau hebat," ujarnya dengan nada datar dan senyuman yang terlihat samar. Dan kemudian berlalu,
namun.., Michael menarik tangan Allison.

"tunggu!" pinta Michael lirih. "kenapa kau begitu padaku? Kau membenciku?"
Michael memberanikan dirinya untuk melepas rasa penasarannya terhadap gadis sirkus itu.

Allison menatap mata Michael dengan sorot yang tajam, dan segera melepaskan tangannya dari cengkraman Michael.

"ayo, bicaralah...! Apa kau benar membenciku?" tutur Michael.

Allison menyunggingkan senyuman sinis.
"membenci? Tak ada sebabnya aku membencimu..." jawab Allison dingin.

"lalu ada apa dengan sifatmu yang sangat tak bersahabat itu, ?" tanya Michael lagi.

"hentikan semua pertanyaan bodohmu itu, cukup! aku masih punya banyak pekerjaan..." bentak Allison seraya meninggalkan Michael yang hanya bisa diam membisu.
==> Chapter V

Rabu, 15 Juni 2011

My Circus Girl (chapter III)

Kriiinnggg....kriiinnng....
Michael terlonjak kaget dari atas ranjangnya. Ia terbangun dari nyenyaknya, karena suara lengkingan yang begitu memekakkan telinga itu.

"ah...kau mengejutkanku saja!" desis Michael kesal kepada jam weker mungil itu, lalu menekan tombol OFF di bagian belakangnya.

Matahari begitu cerah, menembus masuk melewati kaca jendela kamar Michael. Waktu sudah menunjukkan pukul 7 pagi.
Kembali lagi, bayangan gadis sirkus itu terus muncul memenuhi benak Michael.
***

Michael celingak-celinguk, ia bingung pagi begini rumahnya sudah sepi. Hanya ada Jackie dan Rebbie yang ia jumpai saat itu.

"Kemana saja mereka semua?" tanya Michael menggaruk-garuk kepala.

"Janet dan Randy sedang berangkat ke sekolah, Ibu sudah mulai bekerja lagi di toko, Ayah sedang latihan musik di rumah Paman, Marlon ada sedikit urusan, Jermaine sedang mengapeli pacarnya, Tito sedang membawa peliharaannya ke dokter hewan, dan La Toya baru saja berangkat, katanya ia ingin membeli gaun untuk ke pesta pernikahan temannya..." terang Jackie panjang lebar dan terperinci.

"kau sendiri tidak ke studio?" tanya Rebbie kepada Michael sembari menyalakan tivi.

"aku? Mmhh...tidak untuk hari ini, aku harus menuntaskan lagu-laguku dulu...baru aku kembali ke studio" jawab Michael.

Kemudian Michael duduk di ruang utama. Tangan kanannya menopang dagu, ia kembali berkhayal tentang gadis sirkusnya itu. Kali ini Michael memang benar-benar sedang jatuh cinta.

"Michael, katanya Shanon sedang sakit, benarkah?" tanya Jackie sambil membolak-balikkan halaman buku yang sedang ia baca.
Namun, Michael tak menyahut. Ia sepertinya tidak mendengar pertanyaan Jackie.

Jackie lalu menutup bukunya, lalu memperhatikan Michael yang sibuk melamun itu.
"Michael?" panggil Jackie, ia mencoba menggeser duduknya.

Lagi-lagi Michael tidak menjawab.
Merasa sebal karena tidak dihiraukan, Jackie mendekati Michael.

"Michael? Mike? Kau dengar tidak?" Jackie melambaikan tangannya tepat didepan wajah Michael.
Akhirnya Michael tersadar, lantas ia tersentak melihat Jackie yang sudah berada disampingnya.

"kau kenapa?" tanya Michael, seketika mukanya bersemu merah.
Jackie menggelengkan kepalanya.

"kau yang kenapa? Melamun saja kerjaanmu!" tukas Jackie heran.

"sembarangan, pekerjaannya itu menyanyi, you know!" celetuk Rebbie tiba-tiba.

"kau diam saja." bentak Jackie kepada Rebbie. "Mike, apa yang sedang kau pikirkan?" tutur Jackie.

Michael menggeleng cepat. "ti...tidak ada, aku hanya memikirkan ide-ide baru untuk laguku..." sahut Michael sedikit gugup sekaligus beranjak dari duduknya dan kembali ke kamarnya lagi.
****
Malam sudah tiba. Semburat wajah Michael tampak riang. Ia terus saja bersenandung.

Cklekk...
Michael keluar dari kamarnya, dan segera memasang sepatunya.

"kau mau kemana?" Janet menaikkan alis kanannya.
Michael tersenyum kecil.

"seperti biasa, ia ingin menemui gadis sirkus-nya, Janet..." celoteh Marlon dari balik tirai dapur.

Mendengar kata-kata Marlon, Michael hanya bisa tersipu malu.
"aku pergi dulu, nanti ku bawakan makanan..." Michael menjentikkan jarinya, dan segera berlalu.

Michael melintasi trotoar, jantungnya berdebar-debar. Ia tak sabar ingin segera mengobrol dengan Allison, bidadarinya. Ia yakin kali ini akan berhasil.

Sesampainya, Michael berjumpa dengan seseorang pria botak.
"kalau gajiku belum juga di bayar, aku berhenti!" gerutunya, lalu menyerahkan wig dan kostum badut yang sedang ia tenteng kepada Michael, kemudian berlalu entah kemana.

"apa-apaan ini?" Michael menatap bingung wig dan kostum badut yang sedang ia pegang itu.

"hey, Nak. Kau bersedia menggantikan Keough ?" tiba-tiba seseorang menepuk bahu Michael.
Lantas, Michael membalikkan badannya. Ternyata seorang pria paruh baya yang sedikit lebih pendek darinya.

"Keough??" Michael bertanya tak mengerti.

"sebaiknya kau ikut aku..." ujar pria tua itu seraya menarik lengan Michael dan menyeretnya masuk ke salah satu tenda di karnaval itu.

Di dalam, Michael menyaksikan puluhan awak sirkus yang sedang merias wajahnya. Kostumnya juga berwarna-warni.

"Nak, sekarang riasi dulu mukamu. Pertunjukkan akan dimulai setengah jam lagi..." perintah pria tua tadi.

"pertunjukkan? Apa maksudmu?" Michael terus menerus dibuat bingung oleh pria itu.

"untuk sementara kau harus menggantikan Keough, lelaki botak yang kau temui tadi..." jelas pria tua itu. "kau bisa 'kan menjadi badut?" tanya pria tua itu.
Tapi, Michael malah tidak mendengar pria itu. Matanya sibuk menikmati permainan salah satu badut yang sedang berlatih di ujung sana.
Saat itu juga, mata Michael menangkap seseorang yang ingin ia temui. Allison.
Hatinya kembali berdebar, bola matanya seakan menari-nari.

"nak, kau mendengarku?" pria tua itu mencolek lengan Michael.

"ya, tentu saja!" sahut Michael salah tingkah.

"okay, sekarang kau berdandan. Persiapkan dirimu!" seru pria tua itu, kemudian pergi keluar tenda.

Michael tertawa dalam hati, ia sangat bahagia hari ini.
'Tuhan...aku harap ini berhasil...' batin Michael.

Selasa, 14 Juni 2011

My Circus Girl (chapter II)

Michael pun akhirnya menghampiri gadis itu. Namun, tampaknya gadis itu tak terlalu menghiraukan Michael yang sudah berdiri di sebelahnya, ia hanya sibuk membereskan peralatan-peralatan karnaval, dan terpal-terpal yang tidak terpakai.

"hai..." sapa Michael kepada perempuan itu. Perempuan itu melirik ke arah Michael, tapi tak ada satu kalimatpun yang meluncur dari mulutnya. Kemudian gadis itu berlalu, entah kemana. Michael tetap tak menyerah. Ia terus mengikuti langkah gadis bidadarinya itu.

"hai...aku Michael Jackson, kau boleh memanggilku Mike..." Michael berusaha memperkenalkan dirinya. Entah gadis itu tuli atau tidak, Ia tak sama sekali tertarik untuk membalas sapaan Michael. Perempuan berambut hitam itu terus saja berjalan, tanpa menghiraukan Michael yang juga terus melangkah beriringan mengikutinya.

Michael merasa ada sesuatu yang mengganggu langkahnya, ia menoleh ke bawah. Ternyata tali sepatunya lepas, ia lalu mengikatnya kembali. Ketika Michael hendak melangkah lagi, ia melihat gadis itu menghilang di telan keramaian karnaval di malam itu.

"kemana perginya dia?" tanya Michael dalam hati. Matanya terus mencari-cari sosok perempuan tadi, tapi sepertinya ia tak bisa menemukannya.

"hey, apakah ini hanya khayalanku saja?" gumam Michael lirih, kemudian ia mencubit pipinya.
"aowww!! Sakittt..." Michael mengerang kesakitan sembari mengusap-usap pipinya.
"tidakkk....ini nyata..." batin Michael.

Waktu sudah semakin larut, karnaval pun sudah tampak sepi. Akan tetapi, Michael tetap tak menemukan gadisnya itu. Dan Michael pun memutuskan untuk pulang.

"benar-benar aneh, kenapa dia tak memperdulikan aku?" Michael semakin penasaran dengan perempuan itu.

"apakah dia buta? Atau tuli? Ahh...tidak mungkin!" ujar Michael kepada dirinya sendiri.

"Allison...lihat saja nanti!!" pekik Michael di pinggiran jalan yang sepi.

Michael bertekad, ia akan terus mendekati Allison, Circus Girl-nya itu.
****

cklek...
Michael membuka pintu rumahnya.
"Aku pulaaangg..."

Sunyi, senyap tak ada jawaban.
"Ibu? Ayah?" Michael memanggil seluruh penghuni rumah itu.

"Tito? Jermaine?" Michael membuka tirai pintu kamar kedua, namun tak ada siapa-siapa.
"Jackie? Janet? Kalian sudah tidur? Marlon? Randy? Helloooo?"

tetap tak ada jawaban. Hati Michael mulai cemas. Dengan sigap Ia memeriksa seluruh kamar, namun semuanya kosong.
"jangan bercandaa..." ujar Michael. "ini tidak lucu!"

Tapi, ketika Michael bertandang ke dapur, ternyataaa....

"SURPRIIISEEEE....!!"

Michael terperanjat kaget. Matanya terbelalak, jantungnya berdegup cepat.
Ternyata ia melihat seluruh anggota keluarga kecilnya berkumpul di dapur yang sempit itu. Dan, Kate, sang ibu membawa seloyang kue Pancake di tangannya sambil tersenyum.

"selamata ya, Mike?" Jermaine segera menyambar tangan Michael yang basah oleh keringat dingin, lalu menjabatnya.

"tu...tunggu! Ada apa ini?? Ulang tahunku masih lama..." Michael nampaknya masih shock.

"ohohoho...ini bukan untuk ultahmu, Mike." sahut Janet.

"jadi?" Michael menaikkan alis kanannya.

"ini sebagai syukuran, bahwa kau sudah beranjak dewasa, sayang..." tutur Kate.

"Dewasa? Apa maksudnya? Aku benar-benar tak mengerti..."

"tadi, Riggs mampir ke rumah. Ia bercerita kepada kami, bahwa kau sedang jatuh cinta kepada seorang gadis karnaval disitu." terang Joe, ayahnya.

"Riggs? Oh...Tuhannn." desah Michael. "aku tadi sangat khawatir, kukira rumah ini sedang di rampok..." ujar Michael sembari mengusap keringat dingin yang menetes dari keningnya.

"Mike, aku tak menyangka bahwa kau memang benar sudah dewasa..." tiba-tiba Tito memegang bahu Michael, sembari mengusap matanya.

"ke...kenapa kau menangis?" Michael heran melihat tingkah kakaknya itu.

"aku terharu, Mike!!" Tito langsung memeluk tubuh Michael.

"ooh...hentikan, Tito." Michael mencoba melepaskan rangkulan Tito namun tak bisa.

"lain kali, kau carikan aku pacar juga ya?" bisik Tito setengah bercanda.

Mendengar ucapan Tito, seisi rumah pun menjadi gaduh, karena gelak tawa keluarga Jackson.
****

"keluargaku sangat aneh, masa hanya karena aku sedang jatuh cinta saja, mereka malah merayakannya." ujar Michael geleng-geleng kepala di dalam kamarnya.

Michael mencoba memejamkan matanya. Ia melihat bayang-bayang Allison, hatinya penuh.
"alangkah indahnya bila sedang jatuh cinta..." Michael menggumam.

Ia segera menarik selimut, dan segera tidur.
"Good Night, my Circus Girl..." ujar Michael tersenyum.

=see in Chapter III=

Senin, 13 Juni 2011

My Circus Girl (Chapter I)

"Hidupku memang benar-benar sangat membosankan!" Michael mendengus kesal. Kemudian, Ia menghempaskan tubuhnya ke kasur empuknya, lalu memperhatikan gerak detakan jarum jam yang menempel di dinding kamarnya.
"Lamban sekali waktu bergulir..." Michael terus-menerus mengoceh pada dirinya sendiri.

Namun di sela-sela kekesalannya, ia mendengar suara-suara ledakkan kembang api yang begitu meriah. Michael segera bangkit, Ia segera membuka gorden jendela kamar, diintipnya tampak segerombolan orang bersenda gurau. Anak-anak begitu riang gembira menikmati gulali, dan juga pancaran kembang api tampak jelas menghiasi langit gelap di malam itu.

"oohh...ternyata, ada carnaval..." gumam Michael.
Tampaknya ia sangat antusias dengan hal itu.
"hmmm...jika aku datang ke carnaval itu, mungkin saja dapat menghilangkan rasa bosanku, atau paling tidak mengurangi kebosananku..." ujarnya pada diri sendiri.
Ia lalu bergegas melesat ke kamar mandi.
Sekitar 20menit lamanya, akhirnya Michael selesai berdandan.

"tak lupa parfum kesayanganku..." Michael tersenyum dan segera menyemprotkannya ke sebagian tubuhnya.

Michael keluar dari kamarnya dengan bau harum yang begitu menyengat.
"uuhh...Mike, kau rapi sekali." puji Kate, ibunya. "kau mau kemana?"

Michael tersenyum lebar. "aku ingin ikut merayakan carnaval disana. Aku sangat suntuk di rumah terus, Bu..." sahut Michael.

Kate hanya mengangguk, pertanda bahwa ia mengerti.
"oh...Mike, kau tak mau membawa sandwich buatan Ibu?" tawar Kate.

Mendengar perkataan ibunya, ia menarik nafas.
"ayolah, umurku sudah 23tahun, Bu. Aku bukan anak kecil lagi." jawab Michael sembari mengecup pipi ibunya.

"ohahaha...astaga..." Kate menepuk jidatnya dan tertawa. "Ibu lupa, ibu kira kau masih kelas 6 SD..." ujar Kate bercanda.
Michael tertawa kecil, lalu ia membuka daun pintu.

"aku pergi dulu, Bu..."

"ok, bersenang-senanglah sayaaaang." pekik Kate dari dalam rumah.
****

"Wow...ramai sekali!" seru Michael takjub saat tiba di carnaval.

Michael menyaksikan ratusan orang berkumpul disitu.
Ada sekitar 8 kios gulali, popcorn, balon. Di tambah arena permainan anak-anak. Seperti komedi putar, kincir ria, roaller coaster dan banyak lagi.
Michael tersenyum riang, melihat ratusan anak-anak berteriak gembira di sana. Ada juga yang menangis, gara-gara gulalinya jatuh di lumpur.
"Anak-anak memang menggemaskan." Pikir Michael.

Michael memutuskan untuk naik komedi putar. Berputar, berputar, dan terus berputar.
"huhh...tetap bosan.." batin Michael.
"ahh...jadi ingin naik kuda sungguhan.." gumamnya lirih.

Tak lama, matanya menangkap sesosok bidadari yang tersenyum, memandu anak-anak yang ingin bermain di komedi putar itu juga.
Michael terus memicingkan penglihatannya. Sungguh cantik.
Selama di arena itu, Michael tak henti-hentinya memperhatikan perempuan itu.

"Oh...Boy!" otak Michael terus berkhayal tentang perempuan pemandu komedi putar itu.

"Pak...waktu anda sudah selesai..." tiba-tiba seseorang membuyarkan lamunannya. Michael terperanjat. Dilihatnya seorang lelaki pirang sedang menjentikkan jari ke arah Michael.
"anakku juga ingin bermain komedi putar, jadi mohon anda turun dulu..." pinta lelaki itu seraya menggendong anaknya.

Michael segera turun dari kudanya, namun pandangannya tetap tak lepas dari bidadarinya itu.

"Hey, man!!" lagi-lagi seseorang mengejutkannya. Oh, ternyata teman sepermainannya, Riggs yang barusan memanggil.
"Hey...whats up!" sahut Michael, lalu menghampiri Riggs.

"kenapa mukamu memerah, Mike?" tanya Riggs heran.

Michael sontak memegangi pipinya. Ia tampak gugup.
"ohahaha...aku terlalu bahagia, Riggs."

Riggs melipat kedua lengannya, keningnya berkerut. "bahagia...?" Riggs semakin bingung melihat tingkah Michael.
Michael hanya tertawa melihat Riggs.

"I believe, about love at first sight," bisik Michael sedikit tersipu.

Lantas Riggs tersenyum geli,
ia menggelengkan kepalanya.
"Ternyata, temanku ini sedang jatuh cinta..." goda Riggs.
"dengan siapa?"

Michael menunjuk ke arah perempuan tadi. "my circus girl!" ujarnya.

Riggs mengangguk-angguk, lalu memegangi dagunya.
"perempuan itu, kalau tidak salah namanya Allison..." ujar Riggs.

"Allison? Nama yang indah..." gumam Michael. "aku kesana dulu ya?" Michael menepuk bahu Riggs, dan berlari menuju ke arah perempuan itu.

"Berjuanglah, Mike!!" pekik Riggs.
****
(to be continued in Chapter II)

IT'S COMPLICATED! (ending)

"jadi benar kau menyukainya?" tanya Paris sekali lagi.

Prince mengangguk pelan. Ia melipat kakinya.
"dia tegar, baik. Tapi juga terkadang, dia jadi sangat aneh..." kenang Prince sambil tertawa kecil.

Paris pun juga ikut tertawa.
"hahah, memang. Waktu ia masih tinggal disini, ia sangat aneh. Tapi, lucu juga. Ia sampai pingsan saat baru pertama kali bertemu ayah..." cerita Paris, sambil menahan tawanya.

"dia tinggal disini? Sejak kapan??!"

"sekitar 2hari yang lalu. Ya, untuk membujukmu pulang. Jadi aku ajak dia untuk menginap di rumah." terang Paris. "kau sudah sangat merepotkannya."

"sekarang, dia dimana? Di bawah?" Prince begitu penasaran.

"dia sudah pulang ke tempat neneknya." jawab Paris lirih.

Prince terdiam. Ia ingat kejadian tadi pagi. Di saat ia dan Tiara berdebat.

"aku harus minta maaf." Prince membatin pada dirinya sendiri.

"oh ya, jangan cerita kepada ayah atau siapapun kalau aku menyukai Tiara. Hanya kau dan aku yang tahu tentang itu!" tukas Prince. "kalau kau memberitahukannya, lihat saja nanti," Prince menunjukkan kepalan tangannya ke arah Paris.

"uhh...takut..." sahut Paris setengah meledek. "ok..ok!" Paris mengangkat kedua jempol tangannya.
****

"Prince, kau mau kemana, sayang? Minggu pagi begini kau sudah rapi, tak biasanya." oceh Michael seraya melahap roti panggangnya.

"mmh...aku ada keperluan, Daddy." sahut Prince singkat.

"ooh..."

"Pagi, Dad." Paris mengecup pipi Michael, dan segera menyambar sarapannya.

"Pagi, cantik. Eh, kau harum sekali, tapi sepertinya Daddy mengenal wangi itu." ledek Michael.
Raut muka Paris berubah masam. Michael hanya tertawa melihatnya.
"anyway, kau juga mau kemana,?" tanya Michael, menaikkan alisnya.

"aku juga ikut dengan Prince, iya 'kan Prince?" Paris menatap tajam Prince.

"wah, jadi kalian mau meninggalkan Daddy sendirian?" tutur Michael melankolis.

"kan ada Blanket, Josh, Grace, Waggy, dan yang lain juga." sahut Prince sambil mengikat simpul tali sepatunya.

"Blanket baru saja di jemput oleh Jermaine, Daddy ikut deh," pinta Michael.

"aduhh....Daddy, ini urusan anak muda. Sebaiknya Dad dirumah saja, lagipula kemarin Tante Janet bawa kaset film baru kesini, lho," bujuk Paris.

"kalian mau ke rumah Tiara, kan?" tanya Mike semakin ingin tahu.

Prince dan Paris saling bertemu pandang.

"Daddy, tahu darimana?" tanya Paris dan Prince bebarengan.

"pokoknya, Dad mau ikut. Tunggu disini, Daddy ganti baju dulu." seru Michael, segera menuju ke ruang kostumnya.

"Parisss..."

"eh, sumpah! Aku tidak membocorkannya!" bantah Paris.

"lantas, siapa lagi kalau bukan kau?" tanya Prince mendengus kesal.

"yaa, mana aku tahu!" Paris mengangkat kedua bahunya. "yang pasti, bukan aku!"

tak lama kemudian, Michael muncul dengan pakaian khasnya. Kostum ala militer, dan aviator hitam, serta masker sutra di tambah fedora besar hitamnya.

"oh boy!" seru Prince melongo.

"Daddy apa-apaan sih? Kita mau kerumah Tiara, bukannya ke red carpet, you know." sembur Paris

"no....no...dimanapun Michael Jackson harus tampil keren!" ujar Michael berkacak pinggang.

"hahaha, dan paparazzi akan membunuh kita." tukas Prince pahit.

"sssttt...dont talk about paparazzi!" bisik Michael
"Well, let's we go!" ujar Michael gembira.
****

sekitar kurang lebih 1.5 jam meluncur dengan limosin dari kawasan Los Angeles menuju kota Chicago akhirnya mereka sampai juga.

"wah, rumahnya ramai sekali." Michael berseru.

Paris, Prince dan Michael segera menuju beranda rumah mungil nenek Tiara.
Namun, ada kejanggalan disitu. Seluruh orang disitu tampak berduka. Perasaan mereka mulai tidak enak.
"ada apa ini?" Paris bertanya-tanya.

"Maaf, bu. Disini kok ramai sekali, ya?" tanya Prince kepada salah seorang ibu-ibu.

"nyonya Chloe meninggal...'' sahut ibu itu bergetar.

Hati Prince terguncang.
"Chloe?? Siapa itu?" Michael bertanya heran.

Tiba-tiba Tiara muncul dari balik keramaian itu. Ia duduk sendiri di bawah pohon willow yang berdiri kokoh di samping rumah.

Paris segera menghampirinya, disusul Michael dan Prince.
"i'm so sorry..." tutur Paris lirih, tangannya gemetar.

"hanya nenek satu-satunya orang yang kupunya..."

Michael membelai rambut Tiara.
"Tuhan ada disampingmu, Nak. Percayalah." Mike mencoba menghibur Tiara.

"Memangnya, apa penyebab nenekmu meninggal?" tanya Prince dengan hati-hati.

"entahlah, aku baru tahu bahwa nenek menderita penyakit komplikasi. Padahal....nenek itu orang yang kuat bagiku..." terang Tiara sambil menahan air matanya.
****

"okeh, mulai sekarang kau anggap sj rumah ini spt rumahmu sndri, tak prlu merasa sungkan." ujar Mike

"dan anggap saja kami adalah keluargamu sendiri." tambah Paris

"terima kasih, kalian memang sangat baik. Tak salah, Tuhan selalu memberkati kalian." kata Tiara tersenyum.

'Cuppp'
Prince mencium kening Tiara.
"I LOVE U..."

Tiara terkejut, ia seakan tak percaya.
"hey!! Prince, ini milik Daddy." goda Mike sambil menarik lengan Tiara.

"enak saja!" Prince mencibir.

Paris hanya tertawa melihat tingkah ayah dan kakaknya.

*END*
Sepanjang pelajaran Fisika, Tiara tak bisa lagi untuk bisa fokus ke mata pelajaran. Hatinya begitu sakit, mengingat kata-kata Prince.

Bel pulang akhirnya berdering memecah lamunan Tiara. Dengan gontai, ia keluar kelas.
Rasanya, ia sudah tak sanggup lagi. Ia memutuskan untuk pulang ke rumah neneknya saja. Ia tak ingin lagi melihat Michael yang semakin rapuh, itu hanya membuatnya sedih.

"Prince, kuharap kau benar-benar akan pulang. Kasihan ayahmu..." gumam Tiara lirih di sepanjang perjalanan.

Tinnn....tiiinnnnn....
Tiara tersentak kaget, mendengar klakson mobil yang berada di belakangnya itu sangat memekakkan telinga. Tiara membalikkan badannya, berniat ingin memarahi pengendara mobil itu. Namun....

"Tiaraaaa!!" seorang perempuan keluar dari mobil itu, lalu berlari, dan memeluk tubuh Tiara.

"Pa...Paris? Hey, untuk apa kau menjemputku kesini? Ini berbahaya, Paris.." ujar Tiara dengan nada pelan.

"haha, aku hanya ingin tahu sekolahmu saja. Anyway, bagaimana??"

Tiara menundukkan kepalanya, lalu menyandarkan badannya ke muka tembok yang berdiri di sampingnya.
"sepertinya...aku tak bisa." ucap Tiara singkat.

"a...ada apa? Maafkan aku, jika aku dan ayahku terlalu memaksakanmu. Tapi, please..." pinta Paris

"maafkan aku. Prince sudah bilang padaku, jangan mengusiknya lagi..." tukas Tiara, kemudian ia merogoh sakunya.
"ini..Android-mu, dan ini tas dan buku-bukumu. Terima kasih atas semuanya..." Tiara menyerahkan kembali barang-barang pemberian Paris. Ia memeluk Paris sebentar, dan tersenyum.

"sampaikan salamku kepada Blanket dan Ayahmu. Aku harus pulang..."

"kau mau kemana?? Tiara?" Paris memekik ke arah Tiara yang sudah melangkah lebih dulu.

Tiara menoleh,
"aku rindu nenek. Jadi aku ingin tinggal bersama nenekku lagi." sahut Tiara.

Lagi-lagi Paris mengejar Tiara, dan segera merangkulnya.
Kali ini dia menangis tersedu-sedu.
"Tiara, jangan pernah lupakan aku ya?" bisiknya sambil meneteskan kristal bening dari kedua bola mata birunya itu.

Tiara juga mendekap erat tubuh hangat Paris.
"tak akan pernah. Kalian tak 'kan terlupakan..."

Tiara melepaskan rangkulannya, begitu juga Paris.

Dan Tiara melanjutkan langkahnya, menjauhi Paris. Sesekali ia menoleh tak tega ke arah Paris.
Paris hanya tersenyum pahit melambaikan tangannya.
****
"kenapa kau biarkan dia pulang?" Michael reflek bangun dari duduknya.

"Dad, dia punya rumah sendiri. Kasihan, ia sudah sangat merindukan neneknya." Paris memberikan pengertian kepada ayahnya.

"okeh, bagaimana kalau kita jemput saja? Kita suruh ia dan neneknya tinggal di sini?" usul Michael

"GREAT!!..." pekik Paris. "tapi, Daddy aku tak tahu dimana rumahnya..." ujar Paris kecut.

"astagaa!! Dad yakin, rumah ini pasti akan sepi lagi tanpa kehadirannya." ujar Michael kecewa.

Blanket berlari dari ruang depan menuju ruangan tengah. Semburat mukanya tampak menggambarkan secercah kegembiraan.

"Ada apa, Nak??" sapa Michael.

"Daddy...di...depan..hh....ada ka..kakk...hh.." ujar Blanket tersengal-sengal.

Paris dan Michael terkejut,
"Prince, maksudmu??" tanya Paris dan Michael serempak.

Blanket mengangguk cepat dengan nafas masih terengah-engah.

"Blanket, jangan bohong. Nanti Dad kurangi jatah permenmu..." tukas Michael tak percaya.

Tanpa basa-basi lagi, kedua tangan mungil Blanket menarik lengan Michael dan Paris, dan mengajak mereka ke ruang depan untuk membuktikan bahwa ia sedang tidak berbohong.

Ternyata benar.

"P...Prince?" Michael segera memeluk Prince.
"kemana saja kau, Nak?" Michael memegang kedua pipi Prince. Kemudian merangkulnya lagi.

"Dad, maafkan aku. Aku tahu aku salah, maafkan aku Daddy, Paris dan Blanket..." tutur Prince lirih.

"Sudahlah, tak usah permasalahkan lagi. Yang penting kau sudah pulang," ujar Paris sedikit ketus.

"kami sangat merindukanmu kak!" ujar Blanket sembari memeluk Prince.
****

"akhirnya, kau sadar juga..." tiba-tiba Paris muncul dari belakang, mengagetkan Prince yang sedang asyik memandangi bintang-bintang di langit dari balkon.

"iya...aku tahu," balas Prince kecut, lantas ia menyambar Starbucks hangat milik Paris, dan meminumnya.

Mata Paris langsung tertuju ke arah ponsel Prince yang digenggamnya.

"siapa?"

"hah?! Siapa apanya?" tanya Prince bingung.

"itu, perempuan yang ada di ponselmu?" Paris menatap mata Prince dengan tatapan curiga.

"oh ini,namanya Tiara,"

Paris tersedak saat ia sedang menyeruput Starbucks-nya, ia kaget bukan kepalang mendengar jawaban Prince.

"Ti-Tiara?? Coba aku lihat?" Paris merampas benda mungil itu dari genggaman Prince.
Benar, ternyata Tiara yang dimaksud adalah Tiara itu.

"HEY! Tiara, benar ini Tiara!" Paris berteriak gembira.

"K-kau mengenalnya?" tanya Prince lagi.

"tentu! Dia adalah sahabatku. Oh, jangan-jangan kau pulang ke rumah karena dia, kan?" Paris balik bertanya.

"tahu darimana kau???!" Prince kaget.

"hahahah" Paris tertawa kencang. "sudahlah mengaku saja kau. Kau juga menyukainya kan

Jumat, 10 Juni 2011

IT'S COMPLICATED ! (chapter XI)

"mari nona, silahkan masuk..." ujar Josh, lelaki bertubuh tinggi sekitar 1.83m itu.

"yang benar saja!" sontak Tiara terkejut.

"ada yang salah, Ti?" tanya Michael terheran-heran.

"bukan begitu, Mike. Masa aku harus naik Roill Royce sih?" sahut Tiara. "aku kan hanya ingin pergi ke sekolah, bukannya ke pesta..." tambahnya dengan muka polos.

Michael dan Paris hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala.

"ahh...cerewet kau Tiara!" sembur Blanket, lalu ia mendorong tubuh Tiara ke dalam mobil.

"h...hey, Blanket, apa yang kau lakukan!" jerit Tiara dari dalam mobil.
Tak lama, mobil melesat kencang menuju luar pagar tinggi itu.
Namun, Tiara terus mengetuk kaca mobil. Ia ingin keluar, tapi ia tak tahu cara membuka pintu mobilnya. Di luar, ia melihat Paris dan Michael melambaikan tangannya ke arah mobil yang ia tumpangi, sedangkan Blanket hanya cekikikan melihat muka bodoh Tiara yang menempel di kaca mobil.

"sir, bisa kau keluarkan aku dari sini?" pinta Tiara lirih.

Namun tak ada respon dari si sopir. Tiara hanya melihat bayangan sopir itu tersenyum dari kaca spion.

"J...josh...kuharap kau mau mengeluarkanku dari sini..." ujar Tiara dengan terbata.

"maaf nona. Aku tak bisa, ini semua perintah tuan Jackson. Aku tak ingin melanggarnya." kali ini Josh menyahut dengan suara bass-nya.

Tiara terus menarik nafasnya. Keningnya berkerut, lalu ia melipat tangannya.
'bagaimana tanggapan teman-teman, jika aku turun dari mobil mewah ini?' fikirnya.

Sekitar 2jam mereka menembus keramaian Los Angeles menuju kota Chicago. Pagi yang sangat dingin, karena musim dingin memang belum berakhir.
"josh?? Josh...aku berhenti disini saja," Tiara menepuk-nepuk jok Josh.

"tapi nona, sekolahnya masih di ujung sana 'kan?" Josh menunjuk ke arah ujung jalan di depannya.

"ya, aku tahu." tukas Tiara. "tapi, aku harus ke rumah temanku dulu, ada barang yang tertinggal disana!" Tiara mencoba mengelabui Josh.

"oke, aku antar nona ke rumahnya saja."

Tiara menepuk jidatnya.
"ti...tidak perlu. Aku takut kau dirampok. Sebaiknya aku jalan kaki saja, tidak jauh dari sini." bantah Tiara. "well, keluarkan aku dari sini."

"kau tahu nona, di luar sangat berbahaya. Mana mungkin aku membiarkanmu berjalan sendirian kesana?" tutur Josh.

"dengar, kalau kau mengantarku kesana. Otomatis semua orang tahu, bahwa aku tinggal di rumah Michael!" Tiara sudah mulai jengah.

"mmhh...benar juga," gumam si sopir. "baiklah, kalau begitu."
Dengan cepat Josh membukakan pintu mobil. Tiara sedikit melompat dari dalam.
"thank you."

Tiara melihat mobil itu berbalik arah, ia tertawa penuh kemenangan. Lalu berlari menuju sekolahnya.
Ternyata, sulit juga untuk bebas jika aku menjadi anak-anak Michael. Batin Tiara.

Tepat ketika Tiara menginjakkan kakinya ke dalam ruang kelas, bel masuk berbunyi.

"wow! Sepatu dan tas-mu bagus, Tiara." celoteh Reggy kagum.

Tiara hanya membalas senyuman.
****
Saat pelajaran olahraga, Tiara tak sengaja bertemu dengan Gabriel.
"Gab...eh, Prince!!" panggil Tiara.

Tiara menghampiri Prince, lantas menarik lengan Prince.

Prince atau dikenal Tiara sebagai Gabriel celingak-celinguk.
"hey, kau mau apa?" tanya Prince dengan risih.
Tiara menatap tajam Prince.

"kenapa kau berbohong, hah?! Gabriel?? Prince? Untuk apa kau menipuku?" ujar Tiara dengan nada agak keras.

Prince menutup mulut Tiara dengan tangannya. Ia menggeret Tiara menuju ke belakang ruang lab.

"kau tahu darimana?"

Tiara tersenyum sinis.
"kau bodoh, ya? Kau tak mengakui bahwa, kau adalah anak Michael. Sedangkan, seluruh temanmu sudah tahu bahwa kau memang anak Michael!" bentak Tiara.

Prince terdiam, ia mengusap keningnya.
"karena, sudah terlalu banyak masalah yang menerpa ayah."

"oh...jadi, kau mau lari dari ayahmu? Meninggalkan ayahmu yang sedang hancur? Anak macam apa kau?!" tukas Tiara.

"kau itu tak mengerti, lantas untuk apa kau mengurusi aku? Bukannya kau juga punya masalah sendiri?" Prince mengalihkan pembicaraan.

"karena...aku peduli! Aku sayang sama kamu!" reflek Tiara berteriak.

Prince kaget dengan ucapan yang terlontar dari mulut Tiara.
"hah, kau peduli, karena kau tahu, bahwa aku adalah anak idolamu, iya 'kan?" Prince menepis rasa gugup yang mendadak menyerangnya.

"kau kira aku apa? Apa kau pikir aku adalah penjilat ayahmu? Jangan kau sangka aku membujukmu untuk pulang karena harta. Aku memang miskin, tapi tak sehina yang kau kira, PRINCE." kali ini Tiara benar-benar berang.

Prince menyadari bahwa ucapannya sangat sensitif. Ia menyesal.
"Tiara, aku tidak bermaksud begitu...aku tak pernah berpikir begitu..." ungkap Prince penuh penyesalan.

Namun mau apa lagi, Tiara sudah terlanjur sakit hati.

"TIARA, kembali ke lapangan!!" seru Courtney, si ketua kelas.

Tiara berlari meninggalkan Prince yang berdiri membisu dan mengikuti langkah Courtney.

"Tiara? Kau habis menangis?" tanya Nigel bingung.

"ah, tidak. Aku hanya kelilipan saja." sangkal Tiara mengusap-usap matanya.

Di sisi lain, Prince yang menyamar sebagai Gabriel terduduk lemas, menyesali perkataannya

IT'S COMPLICATED ! (chapter X)

"jadi...kemana ayahmu sekarang?" tanya Paris dengan rasa prihatin sembari menyodorkan sehelai tissue dari kotaknya.

Tiara mengusap pipinya dengan tisu itu. "ayah melarikan diri dengan wanita lain sejak aku masih berusia 12tahun, ayah bilang ia sudah tak sanggup lagi hidup bersama ibu." jelas Tiara dengan bibir bergetar.

"la...lalu ibumu?" tanya Paris lagi.

Tiara diam sejenak, menghela nafas dalam-dalam, lalu meraih guling yang terbaring di ranjang itu.
"kumohon jangan bahas soal ibuku lagi. Aku sudah terlalu muak, Paris." pinta Tiara

Paris mengangguk pelan, lalu menghempaskan tubuhnya ke ranjang empuk itu. Suasana begitu hening, di dalam ruangan yang sangat luas. Tak ada teriakan-teriakan Blanket atau Michael yang menggema dari bawah. Betul-betul sepi. Mungkin, karena hari sudah malam. Michael dan Blanket mungkin juga sudah terlelap.

Tapi, Tiara belum juga dihinggapi rasa kantuk. Sedangkan Paris, mulut tipisnya terus menguap, matanya kian sayu.
"kau mengantuk, Paris?" suara Tiara memecah kesunyian diantara mereka.

"ya...kurasa begitu," tutur Paris seraya mengatup mulutnya yang menguap dengan kepalan tangan kanannya.
"tak biasanya, Ayahku bisa tidur secepat ini," gumam Paris tersenyum.

Tiara melongo. "ooh iya...kabarnya, Michael sering terserang insomnia." ucap Paris.

"hmmh, entahlah. Kulihat, Daddy begitu lemah. Orang-orang disekitarnya selalu saja menginjak-injak Daddy. Dad terlalu baik, namun kebaikannya selalu disalahgunakan oleh orang itu. Yaa, kau tahu, Dad sekarang hanya menjadi seorang pesakit." curhat Paris bangkit dari tidurnya.
"A...akuu, sangat terluka, Tiara. Seluruh orang begitu senang melihat ayahku hancur. Hanya, Daddy orang yg kumiliki. Dan, akupun tak pernah sekalipun bertemu dengan ibuku." ucap Paris dengan perih.

Tiara langsung memeluk Paris,
"tapi ayahmu adalah yang terbaik, dear. Bagimu, keluarga, juga diriku, bahkan dunia. Aku salut dengan ayahmu, Paris," tutur Tiara tersenyum sekaligus melepas rangkulan.

"kau cantik, matamu indah, kau adalah anak orang terkenal. What a lucky you are, sejujurnya aku sangat iri padamu, Paris." puji Tiara

"ah, ayolah. Cukup kau buat aku tersipu terus." sangkal Paris, menepuk pelan bahu Tiara.

Tiba-tiba Tiara teringat sesuatu.
"kau bilang, kau ingin aku membujuk Prince agar dia mau pulang?"

Paris membelalakan kedua mata birunya.
"o my Gosh! Aku baru ingat. Ayo kita temui Daddy, kita bicarakan soal ini dengannya..." ujar Paris berapi-api.

Tiara menghalangi Paris, ia menarik baju Paris.
"hey....Bagaimana kalau besok saja? Kasihan ayahmu, jika kita membangunkannya."

Paris setuju. Jadi mereka menunda membicarakan rencana itu, hingga esok hari
****

"Tiara..tia...? Bangunn, ini sudah pagi.," samar-samar Tiara mendengar seseorang sedang membangunkannya. Namun, ia tetap saja memejamkan matanya rapat-rapat.
"ayo...nona, sebaiknya nona bangun,"

akhirnya, Tiara bangun dari tidur nyenyaknya. Ia terus berjalan keluar kamar, tanpa mempedulikan 2 pembantu yang baru saja membangunkannya.

Tiara menuruni tangga dengan perasaan setengah sadar. Ia masih tetap mengenakan piyama merahnya, lalu menuju meja makan. Dan dengan sigap ia melahap sandwich yang tersedia di meja keramik itu.

"ahh...nenek, tumben kau membuat sarapan yang sangat enak...seperti ini." ujar Tiara dengan mulut penuh, tanpa menyadari bahwa Michael sedang duduk di depannya.

"w..what? Nenek?? Kau sepertinya sedang mengigau sayang, lebih baik kau cuci dulu mukamu, lalu kembali kesini, okay?" sahut Michael diiringi tawa Paris yang juga duduk disamping Ayahnya.

Tiara langsung membuka matanya lebar-lebar. GLEK! Ia buru-buru menelan paksa makanan yang masih bersarang dimulutnya. Tiara baru sadar, bahwa ia masih berada di kediaman Michael. Ia tersenyum tidak enak,
"ma...maafkan aku..!" pekik Tiara, sambil berlari ke kamar mandi.

'akkhh...memalukan! Kau benar-benar bodoh, Tiara! Jaga sikapmu!' hati Tiara membatin. Ia terus saja memukul-mukul kepalanya dengan tangannya sendiri.

Tak lama kemudian, Tiara sudah beres. Bukupun ia pinjam dari Paris, begitu juga dengan baju dan perlengkapan lainnya.

Tiara melihat Paris, Michael, dan Blanket menunggunya di ruang depan.
"baik, Tiara.., kau satu sekolah 'kan dengan Prince?" tanya Paris memastikan.
Tiarapun mengiyakan.

"well, kau bisa jelaskan apapun semampumu kepadanya. Aku harap, ini berhasil." tukas Michael. "mmh, tapi kau juga jangan terlalu memaksakan diri, manis. Dan bersabar hingga hatinya luluh." tambah Michael tersenyum.

Tiara tak mengatakan sepatah kata pun. Ia hanya mengangguk. Pertanda bahwa ia sudah paham.

"aku, ayah, dan Blanket, akan pergi ke suatu tempat. Jika kau membutuhkan kami, kau tinggal hubungi kami saja." Paris menyerahkan sebuah Android ke tangan Tiara.

"Josh, sekarang kau antarkan Tiara ke sekolah, ya?" perintah Michael kepada sopirnya.
****

Kamis, 09 Juni 2011

IT'S COMPLICATED ! (chapter IX)

Michael dan Tiara duduk di atas ranjang itu. Michael tampak terbawa perasaan Tiara. Ia terus-menerus membelai lembut rambut Tiara yang sedang menangis tersedu-sedu.
"sungguh, Mike. Aku tak pernah merasa senyaman ini. Paris, kau dan Prince begitu baik denganku. Entah, kenapa aku merasa tak enak kepada kalian." ujar Tiara sesenggukkan.

Michael tersenyum manis. Matanya tampak berbinar-binar.
"aku hanyalah manusia biasa. Aku juga punya kesalahan, tetapi aku tak tahu kenapa, sebagian penggemarku menganggapku seperti dewa." ucap Michael, lantas ia menunduk. "karena itu semua adalah beban bagiku. Sebenarnya...aku tak sebaik dan sesempurna seperti yang mereka bayangkan.." lanjutnya.

Tiara tertegun mendengar perkataan Michael.
"ta...tapi, kau memang benar-benar amat sangat baik, Mike. Tak salah mereka bilang begitu." ujar Tiara bermaksud membesarkan hati Michael.

"oh shitt! BLANKET! Stop it! Stop! Dont touch my iPhone, okay!!" lalu terdengar suara pekikan Paris dari bawah. "Daddy!! Come here! Blanket is so freak! DADDY!"

Tiara buru-buru menghapus buliran air matanya. Michael terkekeh mendengar teriakan Paris, Tiara juga ikut tertawa.

"helloooo...ada apa ini??" Michael balas memekik dari atas, lalu menuruni anak tangga. Tiara pun mengikuti langkah Michael.

"Daddy...lihat Blanket. Dia terus menggangguku." gerutu Paris. "Blanket, jangan macam-macam dengan iPhone-ku!" ancam Paris.

"astagaaa...Blanket? Kau juga ingin iPhone, nak?" tanya Michael menghampiri Blanket yang sedang tersenyum jahil itu.
"Daddy...kenapa hanya Paris dan kakak yang punya iPhone itu?" tanya Blanket manja.

Michael hanya bisa tersenyum gemas, melihat anak bungsunya itu.
"hahaha, sayaanng., kan kamu bisa pinjam punya ayah, kapanpun kau mau.." bujuk Michael sembari mengeluarkan iPhone-nya dari saku, lalu menyodorkan ke arah Blanket.

Blanket hanya menatap diam iPhone yang berada di tangan ayahnya itu. Lalu kembali menatap wajah Michael.
"ahhh~punya ayah isinya orang tua semua!" celetuk Blanket.

"siapa bilang? Nih, liat ada Donald Duck, Mickey Mouse, Peter Pan..." tutur Michael seperti anak kecil. "kamu terlalu muda untuk punya iPhone sendiri, sayang." ujar Michael mencium pipi kanan Blanket.

"lalu? Kapan Blanket bisa dewasa, Dad?" tanya Blanket dengan innocent.

Serentak, Paris, Tiara, Michael tertawa lepas mendengar pertanyaan aneh Blanket.
"mmhh...maybe tomorrow.." jawab Michael nyengir kuda.

"lhaa?? Itu 'kan lagu Daddy..!!" teriak Blanket. Namun, tatapan Blanket terpaku ke arah Tiara.

"kau siapa??" tanya Blanket.

"oh..iya, aku Tiara. Senang bertemu denganmu." kata Tiara ramah, ia mengulurkan tangannya.

"Paris? Itu temanmu??" Blanket malah bertanya kepada Paris.

"heh..balas dulu salamannya.." ujar Michael mencolek bahu Blanket.
Blanket menurut. Ia bersalaman dengan Tiara. Tangannya begitu lembut dan mungil.

"Dad, aku ke atas ya sama Tiara.." ujar Paris merangkul bahu Tiara.

"okay...bersenang-senanglah, Nak!" jerit Michael.

"Dad, Blanket mau main monopoly, tapi dengan satu syarat..." Blanket menatap ayahnya penuh kejahilan.

"okay...apapun itu, Dad bakal penuhi." tantang Michael.

"hehe...Daddy harus kalah! Pokoknya Dad harus mengalah, cuma Blanket yang bisa menang!" ujar Blanket.

Michael menaikkan kedua alisnya.
"hey...anak Daddy kok curang sih? Mana bisa begitu," ujar Michael mengacak-acak rambut buah hatinya itu.

Tiara tersenyum memperhatikan kelakuan Blanket dan Michael dari atas.

"Blanket, Ayahku, mereka memang tak akan jadi dewasa." ujar Paris.
"tapi, itulah yang kusuka dari mereka. Begitu riang. Ayahku, ia bahkan sudah seperti sahabat karibku. Kami sangatlah dekat." terang Paris.

"kau sungguh beruntung, Paris." ujar Tiara tersenyum pahit.
"kau punya ayah, yang sangat.sangat baik, penuh dengan kasih sayang. Bahkan, aku tahu, Michael tak menginginkan dan tak akan membiarkan anak-anaknya sepertimu terluka." lanjut Tiara, lagi-lagi air matanya terus memaksa untuk menangis.
***

IT'S COMPLICATED ! (chapter VIII)

Sekitar 1jam kemudian, akhirnya Tiara sadarkan diri.
Ia terus mengusap-usap matanya, dan mencoba memicingkan pandangannya yang kabur.

"oh Tuhan!! Tiara kau tak apa? ?" suara Paris menggema ke seluruh penjuru ruangan tersebut.

Tiara menoleh, ia melihat Paris sudah berada disamping ranjangnya.
"hah?! Memangnya aku kenapa?" Tiara mengernyitkan alisnya. "lalu, kenapa aku dibaringkan disini?"

"Tiara, kau tadi pingsan. Kau sudah membuat aku dan ayah cemas, tahu! Tapi kau tak merasa apa-apa 'kan?" tanya Paris memastikan.

Tiara terdiam sejenak. Lalu tertawa lepas. Paris langsung merasa heran melihat gelagat Tiara tersebut.
"H-h-hey...hey! Jangan-jangan....kau... gila!!!" Paris segera beranjak dari duduknya.

"hahaha...tidak...tidak. Aku hanya geli saja. Mengingat aku terus membatu di kamar ayahmu tadi. Waktu itu aku terlalu shock, dan kau tahu, aku adalah penggemar berat ayahmu, Paris! Jadi..jadi...aku terlalu histeris sehingga aku tak sanggup berbuat apa-apa." jelas Tiara sesekali menahan tawanya.

"ahahahah....kau benar-benar aneh, girl!" sahut Paris.

Tak lama kemudian, Michael Jackson masuk ke ruangan itu. Tiara sempat terdiam.

"ohh...ayolah, Nak! Jangan bersikap seperti itu padaku. Aku hanyalah pria biasa..." tegur Michael dengan nadanya yang lembut.

Paris hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat kecanggungan Tiara yang begitu jelas tersirat.

"Ahhahaha..ha..haaha..., oh iya ini sudah jam berapa? A..aku harus pulang, a..a..ku, nenekku su..sudah menunggu di..rumah.." ucap Tiara dengan gugup.

"Tiara, kau bilang mau membantu kami untuk membujuk Prince. Tetapi kau malah ingin pulang." kata Paris kecut.

"ehmm...begini saja, sebaiknya kau telfon nenekmu. Lalu, aku mohon kau bersedia untuk menginap disini sementara. Bagaimana?" usul Michael.

"sementara? Berapa lamakah itu, sir?" Tiara mencoba menghilangkan kegugupannya.

"oh...sayang, jangan panggil aku 'sir', okay? Cukup panggil 'Michael' saja." tutur Michael tersenyum. "yaahh...mungkin 2 atau 3 hari disini."

Tiara terbelalak. Ia terperanjat kaget mendengar jawaban Michael.
"3 HARI?? Bagaimana dengan sekolahku?"

"kau boleh pinjam buku-bukuku untuk kau pakai ke sekolah."
saran Paris.

"nah, Tiara, bagaimana? Deal?" ujar Michael menjulurkan telapak tangannya, lantas bersalaman dengan Tiara.

"setuju" (:

akhirnya Tiara memutuskan untuk membantu mereka membujuk Gabriel atau Prince agar pulang.
Dan untuk sementara juga, Tiara tinggal di mansion milik superstar yang mewah ini. Benar-benar seperti mimpi.
***

"Paris..." panggil Michael yang sedang di ruang tengah sambil membaca buku.

"iya, Dad?"

"sebaiknya kau antarkan dulu Tiara ke kamar atas, yang biasa Janet pakai. Okay?"

"wa..wait! Michael, tidak usah, lebih baik aku tidur di sofa saja." ujar Tiara.

Paris dan Michael saling bertemu pandang. Lagi-lagi mereka dibuat tertawa melihat tingkah Tiara.

"girl, aku tak sekejam itu hingga membiarkan seorang gadis manis sepertimu tidur sendirian di sofa." goda Michael.
Tiara menjadi tersipu-sipu.

Paris tersenyum geli. "Tiara, ayo ikut aku" ucap Paris lirih.
Mereka berdua berjalan menyusuri anak tangga, yang dilapisi juntaian karpet merah, di tambah pegangan tangga yang terbuat dari perunggu yang begitu cemerlang.

"yupp...kita sudah sampaiii.., ini kamarmu, kau boleh berbuat sesukamu. Asalkan masih didalam batas." Paris memberi peringatan.
"dan, di lemari itu, kau juga boleh memakai baju-baju yang ada didalamnya." sambungnya.

Tiara menarik tangan Paris. "terima kasih, ya?" tutur Tiara.
Paris tersenyum, dan mengangguk kecil.

"well, aku ke bawah dulu ya? Aku tinggal sebentar. Okay, nikmatilah kamarmu sayang." ujar Paris seraya berlari menuruni tangga.

Dengan cermat, Tiara mengamati keadaan kamar itu. Sungguh bagus. Tiara tertawa girang, lalu menghempaskan tubuhnya ke spring bed yang sangat empuk. Lantas, matanya menangkap sebuah iPod yang tergeletak di meja mungil penuh ukiran.
Ia mencoba memakainya, dan mendengarkan lagu-lagunya.
"Youu...suddenly appeared. It was cloudy before, but now it's so clear...."

tiba-tiba Tiara meneteskan air matanya. Ia terhanyut ke dalam lagu itu. Lagu Michael Jackson, idolanya. Yang sekarang tinggal dalam satu atap bersamanya. Tiara sangat bersyukur kepada Tuhan.
Tiara kembali memutar lagu itu, dan lagi ia tak mampu menahan tangisnya. Begitu murni.

'Tok..tok...tok'. Seseorang mengetuk pintu.
"Tiara, apakah kau nyaman disana?"
ah...ternyata Michael. Orang yang sangat Tiara kagumi itu.
Tiara kemudian menyeka air mata yang masih mengalir di pipinya. Lalu, ia membuka pintunya.

"Tiara, bagaimana??" tanya Michael dengan nada riang.
Tanpa berkata apa-apa, Tiara langsung merangkul Michael yang sedang berada dihadapannya.
Michael sempat kaget, namun ia juga mendekap Tiara.

"Michael, kau begitu baik. Sungguh baik. I love you, Mike." tutur Tiara dengan gemetar.

"ya..ya...sudah..sudah." Michael mengusap-usap rambut hitam Tiara. "sebaiknya kau beristirahat dulu, okay?" ujar Michael
****

Rabu, 08 Juni 2011

IT'S COMPLICATED ! (chapter VII)

Tiara berdiri termangu. Menutup mulut dengan tangan mungilnya itu. Hatinya seakan penuh. Benar-benar penuh.

Ia melangkahkan kakinya ke dalam istana itu. Sungguh luar biasa!
Perlengkapan yang begitu mewah. Semuanya bernuansa golden. Langit-langit yang penuh dengan ukiran klasik, begitu juga dinding-dindingnya bertahtakan lukisan bernilai artistik, serta susunan-susunan batu alam yang memanjang hingga ke ruangan lain. Lantainya-pun begitu mengkilap. Mungkin kita bisa bercermin di lantai itu. Semuanya terkesan glamor, menunjukkan kemewahan yang benar-benar memanjakan mata.
Tiara tetap termanga, menyaksikan ratusan kerlipan emas yang membisu di ruangan itu dengan penuh kekaguman.

"hey...ayo! Kenapa kau terus berdiri di sana?" tiba-tiba suara Paris mengagetkan Tiara. Paris yang sudah duluan jauh terus melambai-lambaikan tangannya ke arah Tiara.

"ooh....ma...maaf!" ujar Tiara sembari berlari ke arah Paris.

Tiara dan Paris beriringan melewati koridor yang begitu panjang. Tiara tetap saja mengamati benda-benda yang berada di sekelilingnya itu. Paris.pun terkekeh-kekeh melihat keudikan Tiara. Muka Tiara menjadi bersemu merah, karena menahan malu.

Lalu, muncul seorang anak laki-laki berambut panjang hitam dan dikuncir berlari melewati kami, disusul juga oleh 2orang 'baby sitter' yang mengejar bocah itu.

"eh, tunggu..Anne ada apa ini?" tanya Paris kepada salah satu dari baby sitter tersebut.

"ini nona, Blanket tidak mau mandi..." sahut perempuan itu.

"astaga!" Paris menepuk jidatnya. "well, dimana ayah sekarang?"

"oh, tuan sedang di ruangannya.., maaf non saya harus mengejar blanket" ujar baby sitter itu berlalu.

"mmh, blanket itu adikmu?" tanyaku menggaruk-garuk kepala.

"hahah" Paris tertawa kecil. "ya, memang dia itu bocah paling aneh!"

Tiara dan Paris tertawa bebarengan. Namun disela-sela tawa, Tiara mendengar alunan musik yang begitu merdu. Sungguh membuat hati damai.
"Paris...itu_____"

Paris mengangguk cepat. "itu ayahku..."

o my God! Jantung Tiara berdegup, rasanya ia ingin ambruk. Antara percaya atau tidak.
Tepat di depan matanya. Ia melihat seorang pria paruh baya, dengan balutan kemeja merah dan bawahan hitam, duduk di depan sebuah piano besar. Terus menekan tuts-tuts piano itu, dan menciptakan nada yang begitu menakjubkan. Pria berambut hitam sebahu itu tak menyadari keberadaan kami. Ia tetap asik bermain dengan senandung-senandungnya itu. Kemudian Paris melangkah maju mendekati ayahnya, sedangkan Tiara, ia hanya berdiri membatu.

"Daddyyy...." ujar Paris lembut.
Pria itu menoleh ke belakang, lalu tersenyum.
"Parry, kau sudah pulang, sayang?" tanyanya sembari mengecup mesra kening Paris, dan segera menghentikan permainan nadanya itu.

"iya, Daddy. . ."

"bagaimana dengan kakakmu?" semburat wajah pria itu berubah sendu. Kemudian Paris menghela nafas,
"tidak, Dad. Dia tidak mau pulang.." tutur Paris lirih.

Ekspresi muka Pria itu langsung melukiskan kekecewaan.

"tapi, aku mengajak temanku. Untuk membujuk Prince pulang, Daddy." lantas Paris memeluk ayahnya itu.

"Teman??"

"iyaa, itu Tiara," Paris menunjukkan jarinya ke arah Tiara yang masih dan tetap mematung.

Michael menahan tawa, melihat Tiara yang berdiri bengong di depan pintu kamar.
Begitu juga dengan Paris.

Plokk....ploookk...plokkk.
Michael menepuk-nepuk tangannya.
"Hey Nak! ! Kenapa kau diam disitu." pekiknya.

"Tiara? ?" ujar Paris menghampiri Tiara, dan ketika Ia hendak menarik tangan Tiara...tiba..tiba

'Bruukkkhh!!'
Tiara jatuh pingsan dari tempat ia berdiri. Paris terkaget-kaget.

Lalu, tak lama muncul 3lelaki bertubuh besar langsung menggotong Tiara menuju ruangan yang diperintahkan Michael barusan.

***