Michael dan Tiara duduk di atas ranjang itu. Michael tampak terbawa perasaan Tiara. Ia terus-menerus membelai lembut rambut Tiara yang sedang menangis tersedu-sedu.
"sungguh, Mike. Aku tak pernah merasa senyaman ini. Paris, kau dan Prince begitu baik denganku. Entah, kenapa aku merasa tak enak kepada kalian." ujar Tiara sesenggukkan.
Michael tersenyum manis. Matanya tampak berbinar-binar.
"aku hanyalah manusia biasa. Aku juga punya kesalahan, tetapi aku tak tahu kenapa, sebagian penggemarku menganggapku seperti dewa." ucap Michael, lantas ia menunduk. "karena itu semua adalah beban bagiku. Sebenarnya...aku tak sebaik dan sesempurna seperti yang mereka bayangkan.." lanjutnya.
Tiara tertegun mendengar perkataan Michael.
"ta...tapi, kau memang benar-benar amat sangat baik, Mike. Tak salah mereka bilang begitu." ujar Tiara bermaksud membesarkan hati Michael.
"oh shitt! BLANKET! Stop it! Stop! Dont touch my iPhone, okay!!" lalu terdengar suara pekikan Paris dari bawah. "Daddy!! Come here! Blanket is so freak! DADDY!"
Tiara buru-buru menghapus buliran air matanya. Michael terkekeh mendengar teriakan Paris, Tiara juga ikut tertawa.
"helloooo...ada apa ini??" Michael balas memekik dari atas, lalu menuruni anak tangga. Tiara pun mengikuti langkah Michael.
"Daddy...lihat Blanket. Dia terus menggangguku." gerutu Paris. "Blanket, jangan macam-macam dengan iPhone-ku!" ancam Paris.
"astagaaa...Blanket? Kau juga ingin iPhone, nak?" tanya Michael menghampiri Blanket yang sedang tersenyum jahil itu.
"Daddy...kenapa hanya Paris dan kakak yang punya iPhone itu?" tanya Blanket manja.
Michael hanya bisa tersenyum gemas, melihat anak bungsunya itu.
"hahaha, sayaanng., kan kamu bisa pinjam punya ayah, kapanpun kau mau.." bujuk Michael sembari mengeluarkan iPhone-nya dari saku, lalu menyodorkan ke arah Blanket.
Blanket hanya menatap diam iPhone yang berada di tangan ayahnya itu. Lalu kembali menatap wajah Michael.
"ahhh~punya ayah isinya orang tua semua!" celetuk Blanket.
"siapa bilang? Nih, liat ada Donald Duck, Mickey Mouse, Peter Pan..." tutur Michael seperti anak kecil. "kamu terlalu muda untuk punya iPhone sendiri, sayang." ujar Michael mencium pipi kanan Blanket.
"lalu? Kapan Blanket bisa dewasa, Dad?" tanya Blanket dengan innocent.
Serentak, Paris, Tiara, Michael tertawa lepas mendengar pertanyaan aneh Blanket.
"mmhh...maybe tomorrow.." jawab Michael nyengir kuda.
"lhaa?? Itu 'kan lagu Daddy..!!" teriak Blanket. Namun, tatapan Blanket terpaku ke arah Tiara.
"kau siapa??" tanya Blanket.
"oh..iya, aku Tiara. Senang bertemu denganmu." kata Tiara ramah, ia mengulurkan tangannya.
"Paris? Itu temanmu??" Blanket malah bertanya kepada Paris.
"heh..balas dulu salamannya.." ujar Michael mencolek bahu Blanket.
Blanket menurut. Ia bersalaman dengan Tiara. Tangannya begitu lembut dan mungil.
"Dad, aku ke atas ya sama Tiara.." ujar Paris merangkul bahu Tiara.
"okay...bersenang-senanglah, Nak!" jerit Michael.
"Dad, Blanket mau main monopoly, tapi dengan satu syarat..." Blanket menatap ayahnya penuh kejahilan.
"okay...apapun itu, Dad bakal penuhi." tantang Michael.
"hehe...Daddy harus kalah! Pokoknya Dad harus mengalah, cuma Blanket yang bisa menang!" ujar Blanket.
Michael menaikkan kedua alisnya.
"hey...anak Daddy kok curang sih? Mana bisa begitu," ujar Michael mengacak-acak rambut buah hatinya itu.
Tiara tersenyum memperhatikan kelakuan Blanket dan Michael dari atas.
"Blanket, Ayahku, mereka memang tak akan jadi dewasa." ujar Paris.
"tapi, itulah yang kusuka dari mereka. Begitu riang. Ayahku, ia bahkan sudah seperti sahabat karibku. Kami sangatlah dekat." terang Paris.
"kau sungguh beruntung, Paris." ujar Tiara tersenyum pahit.
"kau punya ayah, yang sangat.sangat baik, penuh dengan kasih sayang. Bahkan, aku tahu, Michael tak menginginkan dan tak akan membiarkan anak-anaknya sepertimu terluka." lanjut Tiara, lagi-lagi air matanya terus memaksa untuk menangis.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar