Sepanjang pelajaran Fisika, Tiara tak bisa lagi untuk bisa fokus ke mata pelajaran. Hatinya begitu sakit, mengingat kata-kata Prince.
Bel pulang akhirnya berdering memecah lamunan Tiara. Dengan gontai, ia keluar kelas.
Rasanya, ia sudah tak sanggup lagi. Ia memutuskan untuk pulang ke rumah neneknya saja. Ia tak ingin lagi melihat Michael yang semakin rapuh, itu hanya membuatnya sedih.
"Prince, kuharap kau benar-benar akan pulang. Kasihan ayahmu..." gumam Tiara lirih di sepanjang perjalanan.
Tinnn....tiiinnnnn....
Tiara tersentak kaget, mendengar klakson mobil yang berada di belakangnya itu sangat memekakkan telinga. Tiara membalikkan badannya, berniat ingin memarahi pengendara mobil itu. Namun....
"Tiaraaaa!!" seorang perempuan keluar dari mobil itu, lalu berlari, dan memeluk tubuh Tiara.
"Pa...Paris? Hey, untuk apa kau menjemputku kesini? Ini berbahaya, Paris.." ujar Tiara dengan nada pelan.
"haha, aku hanya ingin tahu sekolahmu saja. Anyway, bagaimana??"
Tiara menundukkan kepalanya, lalu menyandarkan badannya ke muka tembok yang berdiri di sampingnya.
"sepertinya...aku tak bisa." ucap Tiara singkat.
"a...ada apa? Maafkan aku, jika aku dan ayahku terlalu memaksakanmu. Tapi, please..." pinta Paris
"maafkan aku. Prince sudah bilang padaku, jangan mengusiknya lagi..." tukas Tiara, kemudian ia merogoh sakunya.
"ini..Android-mu, dan ini tas dan buku-bukumu. Terima kasih atas semuanya..." Tiara menyerahkan kembali barang-barang pemberian Paris. Ia memeluk Paris sebentar, dan tersenyum.
"sampaikan salamku kepada Blanket dan Ayahmu. Aku harus pulang..."
"kau mau kemana?? Tiara?" Paris memekik ke arah Tiara yang sudah melangkah lebih dulu.
Tiara menoleh,
"aku rindu nenek. Jadi aku ingin tinggal bersama nenekku lagi." sahut Tiara.
Lagi-lagi Paris mengejar Tiara, dan segera merangkulnya.
Kali ini dia menangis tersedu-sedu.
"Tiara, jangan pernah lupakan aku ya?" bisiknya sambil meneteskan kristal bening dari kedua bola mata birunya itu.
Tiara juga mendekap erat tubuh hangat Paris.
"tak akan pernah. Kalian tak 'kan terlupakan..."
Tiara melepaskan rangkulannya, begitu juga Paris.
Dan Tiara melanjutkan langkahnya, menjauhi Paris. Sesekali ia menoleh tak tega ke arah Paris.
Paris hanya tersenyum pahit melambaikan tangannya.
****
"kenapa kau biarkan dia pulang?" Michael reflek bangun dari duduknya.
"Dad, dia punya rumah sendiri. Kasihan, ia sudah sangat merindukan neneknya." Paris memberikan pengertian kepada ayahnya.
"okeh, bagaimana kalau kita jemput saja? Kita suruh ia dan neneknya tinggal di sini?" usul Michael
"GREAT!!..." pekik Paris. "tapi, Daddy aku tak tahu dimana rumahnya..." ujar Paris kecut.
"astagaa!! Dad yakin, rumah ini pasti akan sepi lagi tanpa kehadirannya." ujar Michael kecewa.
Blanket berlari dari ruang depan menuju ruangan tengah. Semburat mukanya tampak menggambarkan secercah kegembiraan.
"Ada apa, Nak??" sapa Michael.
"Daddy...di...depan..hh....ada ka..kakk...hh.." ujar Blanket tersengal-sengal.
Paris dan Michael terkejut,
"Prince, maksudmu??" tanya Paris dan Michael serempak.
Blanket mengangguk cepat dengan nafas masih terengah-engah.
"Blanket, jangan bohong. Nanti Dad kurangi jatah permenmu..." tukas Michael tak percaya.
Tanpa basa-basi lagi, kedua tangan mungil Blanket menarik lengan Michael dan Paris, dan mengajak mereka ke ruang depan untuk membuktikan bahwa ia sedang tidak berbohong.
Ternyata benar.
"P...Prince?" Michael segera memeluk Prince.
"kemana saja kau, Nak?" Michael memegang kedua pipi Prince. Kemudian merangkulnya lagi.
"Dad, maafkan aku. Aku tahu aku salah, maafkan aku Daddy, Paris dan Blanket..." tutur Prince lirih.
"Sudahlah, tak usah permasalahkan lagi. Yang penting kau sudah pulang," ujar Paris sedikit ketus.
"kami sangat merindukanmu kak!" ujar Blanket sembari memeluk Prince.
****
"akhirnya, kau sadar juga..." tiba-tiba Paris muncul dari belakang, mengagetkan Prince yang sedang asyik memandangi bintang-bintang di langit dari balkon.
"iya...aku tahu," balas Prince kecut, lantas ia menyambar Starbucks hangat milik Paris, dan meminumnya.
Mata Paris langsung tertuju ke arah ponsel Prince yang digenggamnya.
"siapa?"
"hah?! Siapa apanya?" tanya Prince bingung.
"itu, perempuan yang ada di ponselmu?" Paris menatap mata Prince dengan tatapan curiga.
"oh ini,namanya Tiara,"
Paris tersedak saat ia sedang menyeruput Starbucks-nya, ia kaget bukan kepalang mendengar jawaban Prince.
"Ti-Tiara?? Coba aku lihat?" Paris merampas benda mungil itu dari genggaman Prince.
Benar, ternyata Tiara yang dimaksud adalah Tiara itu.
"HEY! Tiara, benar ini Tiara!" Paris berteriak gembira.
"K-kau mengenalnya?" tanya Prince lagi.
"tentu! Dia adalah sahabatku. Oh, jangan-jangan kau pulang ke rumah karena dia, kan?" Paris balik bertanya.
"tahu darimana kau???!" Prince kaget.
"hahahah" Paris tertawa kencang. "sudahlah mengaku saja kau. Kau juga menyukainya kan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar